Sang Pendobrak dari Pasundan

RESENSI, PANRITA KITTA' - Sesungguhnya jiwa pendobrak yang dimiliki oleh Dewi Sartika, diwarisi dari ayahnya. Ini dapat dilihat dari keberanian ayahnya menyekolahkan putrinya, Dewi Sartika.

Padahal bagi kalangan priyayi saat itu, pendidikan hanya bisa diberikan kepada kaum Adam saja. Tetapi ayahnya, Raden Rangga Somanagara tetap menyekolahkan anaknya, meskipun mendapat tentangan dari karibnya. 

“Anak perempuan itu telah ditakdirkan untuk melanjutkan keturunan, berumah tangga. Kalaupun berpendidikan tinggi, mereka akan masuk dapur juga,” ujar Reden Legawa ketika mengetahui kerabatnya itu memasukkan Enden Uwi ke sekolah (hal. 23).

Tekad yang kuat dan jiwa besar Dewi Sartika, dalam memperjuangkan kaumnya agar mendapatkan pendidikan yang layak dan setara dengan kaum laki-laki, telah terpatri dalam hatinya. 

Sejak masih belia, dia sering menanyakan kepada ibunya tentang keadaan orang-orang di sekitarnya yang tidak bersekolah, para abdi dalem, khususnya perempuan. 

Sampai pada saat dia harus berpisah dengan orang tuanya dan saudara-saudaranya, karena ayahnya menjadi buangan Gubernemen Belanda yang berkuasa pada saat itu, dan terpaksa  Dewi Sartika, harus dititip ke rumah salah satu kerabatnya. 

Dia tetap gelisah, sedih melihat saudara-saudara sepupunya, gadis-gadis sepermainannya tidak mampu membaca dan menulis. Meski saat itu ia harus berjuang untuk bangkit dari keterpurukan atas musibah yang menimpa keluarganya.

Usaha untuk mengajak kaumnya (perempuan) agar bisa membaca dan menulis, datang silih berganti. Tetapi, tetap saja tak menyurutkan langkah dan semangatnya.

Penentangan itu dapat dilihat. Pertama, saat masih kanak-kanak, dia mendapat teguran dari pamannya, Raden Demang Suriakarta Adiningrat, Patih Afdeling Cicalengka, agar tidak mengajak anak-anak kepatihan untuk sering bermain-main dengan mereka terutama bermain sasakolaan. 

Kedua, saat Dewi Sartika, memberanikan dirinya mengadap ke Bupati Bandung, R.A.A. Martanegara, yang tak lain adalah 'musuh' ayahnya. Menghadap pertama kalinya agar mendapat restu mendirikan sekolah, khusus perempuan. Dia ditolak. Menghadap untuk yang kedua, ketiga dan keempat, tetap ditampik. Meskipun belakang hari Bupati Bandung ini, memberikan restunya.

Buku yang terdiri dari 36 bab ini, menceritakan sosok heroik Dewi Sartika, dan orang-orang yang ada di belakangnya yang turut menyokong. Seperti ibunya Raden Rajapermas. Serta suaminya Raden Agah Kanduruan Suriawinata, seorang guru sekaligus tokoh pergerakan kemerdekaan saat itu.

16 januari 1904 sekolah untuk anak-anak perempuan secara resmi telah berdiri dengan nama Sakola Istri atau Sekolah Perempuan, setelah melalui proses dan perjalanan yang panjang dan berliku.

Pada buku ini, penulis belum menceritakan pola yang dipakai oleh Dewi Sartika dalam mendidik putra-putrinya sendiri. Bagaimana ia mengatur kesibukannya mengelola Sakola Istri, dengan mengasuh serta mengasuh anak-anaknya sendiri. Padahal saat itu sekolah yang dikelolanya berkembang sangat pesat. Mekipun menurut Raden Dewi Sartika, rumah tangga adalah yang nomor satu.

Seandainya hal ini dapat kita temukan dalam buku ini, menjadi nilai tambah karena itu merupakan khazanah pola pendidikan anak di dalam keluarga, terutama bagi orang tua yang memiliki pekerjaan di luar rumah.

Bagi orang tua khususnya ibu, tentu memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat besar dalam pendidikan pertama anak-anaknya, sementara ia juga dituntut oleh pekerjaan publik yang sedang digelutinya di luar rumah. Bekal pendidikan Raden Dewi Sartika di dalam rumahnya, oleh ayah dan ibunya telah membuktikan hal itu. 

Novel berlatar sejarah ini, seharusnya bisa menjadi salah satu referensi yang harus dibaca para orang tua, pendidik dan para perempuan yang ada di negeri ini.

Setelah membaca buku ini saya semakin yakin bahwa, pahlawan itu tidak hanya bagi mereka yang mengangkat senjata untuk mengusir kaum imperialis. Tetapi dapat pula ditempuh dengan cara yang dilakukan oleh Raden Dewi Sartika.

Kini, teranglah bagi resensor, siapa sesungguhnya sosok Raden Dewi Sartika. Kontribusinya bagi bangsa ini sungguh sangat luar biasa, khususnya dalam dunia pendidikan. Dengan bahasa yang lugas dan alur yang dapat dipahami secara mudah, buku ini seharusnya menjadi rujukan dalam pelajaran sejarah bangsa.

Judul Buku : Raden Dewi Sartika; Pendidik Bangsa dari Pasundan
Penulis : E. Rokajat Asura
Penerbit : Penerbit Imania
Tahun Terbit : Cetakan Pertama, Februari 2019
Halaman : xi + 422 halaman
ISBN : 978-602-7926-47-9

Ahmad Rusaidi, Pengajar di SMA Negeri 9 Takalar dan pegiat literasi di Sudut Baca Al-Syifa Bantaeng, Boetta Ilmoe Bantaeng dan Pena Hijau Takalar

Posting Komentar

Komentar Anda (0)

Lebih baru Lebih lama