Landorundun: Cinta Masa Lalu yang Memagut Masa Kini

RESENSI, PANRITA KITTA' - Pernah dengar nama Landorundun? Saya pun baru menemukannya di novel yang dianggit oleh Rampa' Maega, seorang penulis berdarah Toraja. Mendengar kata Toraja, ingatan akan melesat ke sebuah kawasan di jantung Sulawesi, tepatnya di ujung utara Sulawesi Selatan.

Kisah Landorundun disulam begitu apik oleh Rampa' Maega dengan menjaga kelindan masa kini beserta cerita silam dalam alur yang tenang nan meliuk. Kisah beranjak dari titik awal di Toraja masa kini yang meloncat ke masa lalu, kemudian mencelat ke Grafton kekinian.

Apakah kisah cinta masa silam yang mengabadi dalam legenda akan terdaur ulang secara alamiah di hari kini? Ataukah ia sejenis panduan untuk menyulam kisah senada meski tak kongruen? Tanya itu mengusik rasa penasaran Bendurana, tokoh utama novel ini.

Lalu untuk apa ayahnya menuturkan kisah perihal Lambe' Susu hingga perjumpaan Landorundun dan Bendurana? Mengapa pula dia diberi nama Bendurana, sehingga seakan terjebak pada kisah silam? Apakah sebuah kebetulan? Bukan, setidaknya itu keyakinan Tampa' Maega ketika menuliskan bab 3: Awal Non-Kebetulan.

Penasaran Bendurana akan sosok Landorundun, yang sepertinya merupakan penasaran warisan dari ayah dan kakeknya, membuat Ben menggarap sebuah novel berjudul sama dengan novel di mana dia jadi tokoh utama: Landorundun (h.69). Ben juga serius mencari segala teks seputar nama itu, sebuah blog diskusi dia dedikasikan khusus bagi seluruh info tentang Landorundun (h.17).

Blog dengan tampilan berlatar hitam pekat dan tulisan putih inilah yang membuat seorang gadis peranakan Toraja bernama Kinaa Landorundun menjadi terkesima. Kinaa yang lebih menyukainya namanya memakai Q instead of ka-i di nama depannya,  dengan penyebutan 'a'-nya disambung panjang (h.35), berusaha melacak pemilik blog tersebut.

Pasalnya, paragraf pengantar pada blog tersebut mewaritakan begini:
Ini adalah sebuah tembuni. Setiap tulisan mewakili satu sel penyusunnya yang telah terserak ke penjuru-penjuru bumi. Melahirkan perjalanan queen apakah aksara untuk memungutinya satu per satu yang (semoga) kelak akan menyatukannya kembali. Dan setiap perjalanan adalah pencarian untuk sebuah nama: Landorundun (h.18).

Siapa yang tak terkesima ketika sebuah blog didedikasikan untuk nama belakangnya: Landorundun. Maka segera dia tambahkan sebagai teman akun facebook si penulis blog, yang dia sertai dengan sebuah pesan perkenalan, "Hi. Salam kenal! Kamu nulis tentang aku yah di blogmu? :D :D". Kali ini Ben yang terkesima, nama pengirimnya: Kinaa Landorundun (h.57).

Sejak itu, facebook dan Yahoo Messenger menjadi jembatan antara akun Q-Naa_Landorundun dan Ben_Bendurana saling bercanda dan membangun keakraban awal (h.63-65), sebelum akhirnya Kinaa mengunjungi Toraja di sebuah momen Natal dan Tahun Baru. Pertemuan yang begitu membekas di hati Kinaa sampai melontar tanya dalam gumam, "Ben,  are you the one I've been waiting and looking for?" (h.86).

Yang kian menarik pembaca untuk menyelami novel ini adalah, karena seperti ada misteri unik terkait nama Landorundun, Kinaa pun merasakan keunikan itu dan mengungkapkannya langsung ke Ben, "Menurutku, cukup aneh ketika tiga generasi sekaligus memiliki ketertarikan yang sama terhadap satu hal." (h.137).

Ketika hubungan Ben dan Kinaa berujung di titik kritis yang tercipta akibat kecurigaan Kinaa atas obsesi keluarga Ben pada nama Landorundun, pembaca juga dihadapkan pada keraguan Ben untuk memutuskan jenis hubungan apa yang terjalin di antara mereka, hingga akhirnya Kinaa meninggalkan Toraja (h.140-150), dan kita diseret oleh Rampa' Maega menyimak hubungan Bendurana dan Landorundun versi masa silam.

Untuk mengetahui asal usul Bendurana, dengan tutur kata lugas nan lembut, Landorundun melontar tanya dalam kalimat yang melingkar (h.157).

"Minda ko na bongka asu, naburoro lato'-lato', na lilling tiku rarangan? Ma'to mambela tondokna, randan langi' banuanna. Apa mutungka mutungka?  Apa mulando lalanni? Boulummu raka ronno'? Buammu raka merena'?  Den raka pa'peindanmu, pa'peutang masaimmu sae mutungka mutungka. Saemu mulando lalanni, inde te bamba Sikuku'."

(Siapakah Anda yang digonggong anjing, disalak anjing kecil berwarna hitam, dikelilingi anjing pemburu? Orang yang negerinya jauh, yang rumahnya di cakrawala. Apa yang kau tagih, yang membuatmu berjalan jauh? Buah sirihmu kah yang jatuh, ataukah pinangmu yang tercecer? Adakah piutang lama yang datang kau tagih yang membuatmu jauh melangkah hingga ke negeri Sikuku')

Bendurana menjawab tanya Landorundun (h.158), berikut katanya:
Aku membela tondoku, lamban tasik wanuangku. Tangla boulungku ra ronno', tang buangku ra merena'. Tae'ra pa'peindanku, pa'peutang masaingku. Saera' petiro rundun, pelinde-linde beluak. Beluak tae' susinna, rundun tae' siliona.

(Saya dari negeri yang jauh, rumah saya di seberang lautan. Bukan buah sirihku yang jatuh, bukan pula pinangku yang tercecer. Tak ada piutang lama yang hendak kutagih. Saya hanya datang untuk melihat rambut, rambut yang tak ada duanya, yang tak ada padanannya)

Demikianlah, Bendurana masuk jauh ke hulu, hanya untuk mencari pemilik pessusu Bulan dan helai rambut sepanjang 17 depa dan 300 jengkal yang terdampar di pesisir pantai negerinya. Maka dengan sukacita, Landorundun menyambutnya, "Aku mo ampunna pessusu bulaan, kapennana lando rundun" (h.159).

Selain menuturkan kisah Landorundun dan Bendurana di masa silam, Rampa' Maega juga berhasil mengemas dinamika keberagamaan antara Bendurana dan Kinaa dengan dialog yang liat dan lugas, namun tak sampai saling mencederai. Ben tumbuh dan berkembang di masyarakat lokal Toraja yang masih memegang teguh tradisi keagamaan, bertemu dengan Kinaa yang tercelup model kebertuhanan tanpa agama formal menjadi daya tarik tersendiri novel ini.

Di ujung novel, Rampa' Maega menyimpan belokan kisah yang tidak hanya berbasis pada kisah lama orang Toraja, namun juga bersandar pada riwayat soal Esau dan Ya'kub dari al Kitab. Kepiawaiannya bercerita yang berpadu dengan kelihaian Tasaro GK sebagai editor menjadi jaminan akan kualitas novel setebal 250 halaman ini.

Sampai lembar terakhir, kita bahkan dibuat bertanya-tanya soal nasib hubungan Kinaa Landorundun dan Bendurana. Pasalnya, Kinaa bertemu dengan Ben lain, Ben Affleck (h.178) alias Benny Coutas (h.188) sementara Bendurana bertemu dengan Landorundun lain selain Kinaa di pemakaman kakeknya, perempuan muda dengan rambut panjang tergerai menutup pundak itu, mengenalkan dirinya sebagai Sarani Landorundun (h.248).

Judul               : Landorundun
Penulis           : Rampa' Maega
Penerbit          : Senandika 2011
Editor               : Tasaro GK
Tebal              : 250 halaman + x

Kasman McTutu. Pembina Komunitas Pena Hijau Takalar

Posting Komentar

Komentar Anda (0)

Lebih baru Lebih lama